Duka 11 Desember



Oleh : Muhammad Rafiyudin

Bandung, 11 Desember 2010. Seorang laki-laki tua terlihat sedang asyik dengan segelas kopi di sebuah café. Sambil terus memandangi jendela, Pandangan laki-laki tua itu selalu terarah pada jendela. Melihat mobil-mobil yang berlalu lalang kesana kemari.

Tidak lama kemudian, datang seorang mahasiswa sebuah Universitas yang bermaksud akan beristirahat sambil menikmati segelas kopi di café tersebut. Pada saat pemuda ini sedang memesan segelas kopi, ia melihat laki-laki tua yang sedari tadi menatap jendela itu. Lalu ia memutuskan agar pesanannya di antar ke meja laki-laki tua itu.

“ Permisi… boleh saya duduk di meja ini? ”

“ Tentu saja anak muda, tidak ada yang melarangmu untuk duduk di meja ini” Laki-laki tua ini menjawab tanpa memperdulikan kehadiran si pemuda.

“ Sudah memesan kopi?” Tanya si pemuda

“ Apa kau tidak melihat gelas yang ada di meja ini sedari tadi?”

“ Kupikir itu gelas pelanggan sebelum anda duduk di sini” Ketus pemuda ini dengan nada gugup.
Laki-laki tua itu hanya tersenyum mendengar ketusan dari si pemuda, ia masih saja memandangi pemandangan di balik jendela. Bahkan, sesekali tersenyum.

“ Pak Tua, boleh aku bertanya satu hal padamu” Si pemuda mulai memberanikan diri untuk bertanya. Karena sejak ia membuka pintu café lalu berjalan menuju meja pesanan ia sudah heran dan penasaran kepada laki-laki tua itu.

 “ Apa yang ingin kau tanyakan kepadaku?”

“ Pak Tua, Aku akan bertanya apabila kau mau menatapku”

“ Sudah jangan banyak bicara!, lekaslah sampaikan apa yang ingin kau tanyakan”

“ Baiklah! Sebenarnya apa yang sedang kau lakukan disini? Dan mengapa kau selalu melihat kearah jendela, apa yang kau lihat Pak Tua!?”

Laki-laki tua itu mulai melirik ke arah si pemuda kemudian menatap pemuda tersebut. Si pemuda yang bertanya dengan nada tinggi, membuat seisi café menjadi hening dalam hitungan detik. Tatapan yang tajam dari laki-laki tua, membuat si pemuda ini semakin penasaran.
Kemudian tatapan laki-laki tua ini mulai berpaling dari jendela. Ia mulai menatap si pemuda, sambil menyeruput kopi miliknya yang mulai dingin.

***
11 Desember 1990. Aku duduk di sebuah café bersama kekasihku tercinta, untuk sekedar istirahat melepaskan penat dengan segelas kopi dan obrolan-obrolan kecil sebagai obat.
Kami duduk di bangku kuliah semester akhir, hanya tinggal menunggu sidang saja. Kami mengerjakan skripsi dengan waktu yang lumayan lama. Ya, kami saling berkeluh kisah tentang mata kuliah setiap harinya. Kami juga sering memberikan motivasi agar bisa lulus dengan nilai terbaik.
Aku tak menyangka bahwa itulah saat terakhir bertatap muka bercanda ria. Dia, kekasihku tercinta. Pergi ke Eropa untuk melanjutkan Studinya. Ada satu hal yang sangat sulit aku lupakan darinya. Ya, dia adalah satu-satunnya wanita yang bisa membuatku sangat berarti.
1 bulan setelah ia pergi, ia mengirimi ku sepucuk surat kabar, dia memberitahuku bahwa dia sangat senang bisa melanjutkan kuliahnya di Eropa. Di dalam surat itu dia juga menyampaikan bahwa dia akan pulang ke Indonesia dan memintaku untuk menunggunya di Café dengan segelas kopi yang biasa kami nikmati.
Hampir setiap bulan ia mengirimiku sepucuk surat. Namun, di bulan ke-12 ia kuliah di Eropa Desember tepatnya, suratnya tak kunjung datang. Ia terakhir mengirimiku surat di bulan November. Dan ternyata surat itu adalah surat terakhir yang kuterima darinya.
Setiap 11 Desember aku akan pergi ke café untuk memesan kopi. Aku hanya mengingat sepucuk surat kabar pertama yang memintaku untuk menunggunya dengan segelas kopi yang biasa kami nikmati. Dengan harapan ia akan pulang dan menemuiku di café.
Sudah 20 kali kutemui tanggal 11 desember. Namun, tak pernah lagi kutemui dirinya.

***
“ Maaf kan aku Pak Tua, aku sudah membuatmu bersedih. Dengan pertanyaanku” Lirih si pemuda tersebut.

“ Sudah, minumlah kopimu, tidak akan enak jika dingin”

#OneDayOnePost #ODOPbatch5 #Fiksi

Subscribe to receive free email updates:

32 Responses to "Duka 11 Desember"

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. Aku tadi nebaknya, si pemuda itu trnyata anak kekasih pak tuanya, 😆

    ReplyDelete
  3. Kenapa terpenjara kenangan bersama wanita yang tak kunjung pulang. Menikahlah, berbahagialah 😬

    ReplyDelete
  4. Ngopi yuk. Sambil baca koran.

    ReplyDelete
  5. Romantis tapi sedih ya 😅

    ReplyDelete
  6. Jebakan kamu, dia, nya masih bertebaran di mana-mana. Logika waktu kurang tepat anak kuliah 20 tahun lalu nggak mungkin jadi kakek tua, setidaknya usianya separuh baya.

    Tulisannya udah lumayan, selamat bergabung di kelas non fiksi Semoga nggak betah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih uncle kritik dan sarannya 😇😇😇

      Delete
  7. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  8. Ceritanya bagus. Pasti bakal lebih sedap lagi jika penyuntingannya lebih rapi.

    ReplyDelete
  9. Sedih anak muda ceritanya. Tulisannya bagus menginspirasi.

    ReplyDelete
  10. Temenin ngopi fi, biar kakeknya ga sedih 😊

    ReplyDelete
  11. Sudah minum dulu kopinya, ga enak kalau dingin. Hehehe
    Semangat berkarya dengan tulisan.
    Menulis ditemani kopi juga sedap sekali hehehehe

    ReplyDelete
  12. Sudah minum dulu kopinya, ga enak kalau dingin. Hehehe
    Semangat berkarya dengan tulisan.
    Menulis ditemani kopi juga sedap sekali hehehehe

    ReplyDelete
  13. Amboy... Ceritanya sedih. :'(

    ReplyDelete

Beri aku 1001 kritik dan saran :)