Oleh
: Muhammad Rafiyudin
Sore
hari di Danau Situterate, duduk seorang
laki-laki dengan seragam pramuka lengkap dengan atribut pramuka yang sering
dipakai pada umumnya. Laki-laki berseragam pramuka ini sedang menikmati
pancaran sinar senja yang begitu memanjakan mata.
Laki-laki
ini membuka ransel dan mengambil laptop berwarna hitam yang ada di dalam tas
tersebut. Kemudian, laki laki ini mencoba menuliskan sebuah kisah tentang orang
yang sangat ia idolakan.
***
Namaku
Hadi, Rohadi. Aku adalah anak ke-4 dari empat bersaudara, anak bungsu lebih
tepatnya. Aku adalah satu-satunya anak dari orang tuaku yang masih sekolah. Aku
beruntung karena memiliki orang tua yang masih lengkap.
Ayahku
kelahiran Balaraja, Tangerang-Banten. Ibuku kelahiran Cikande, Serang-Banten.
Dan setelah menikah mereka menetap di Cikande, Serang-Banten.
Awal
mula pada saat kakak perempuanku masih bersekolah tingkat SMA, kakak peremuanku
ini bersekolah di sebuah pondok pesantren daerah Rangkas. Orang tuaku
mengirimnya kesana.
Hari
pertama, aku tidak ikut dengan orang tuaku yang mengantarkan kakak perempuanku.
Karena memang aku tidak boleh ikut pada saat itu, padahal aku ingin sekali ikut
mengantar kakak perempuanku.
Hari
berganti hari kakak perempuanku jatuh sakit, lalu kemudian Bapak dan Ibuku
segera menjemputnya untuk dibawa pulang.
Bapak
yang sedang bekerja, meminta izin untuk menjemput kakak perempuanku ini, karena
jika Bapak tidak ikut, tidak akan ada yang bisa berbicara kepada pihak pondok
untuk membawa pulang kakak perempuanku.
Kemudia
setelah sampai di rumah Bapakku langsung menjemput Pak Ujang, salah satu dokter
kampung yang biasa mengobati keluargaku.
Setelah
kurang lebih tiga hari dirawat di rumah, akhirnya kakak perempuanku sembuh. Dan
kemudian diantarkan kembali oleh Bapak dan Ibu ku menuju pondoknya.
Aku
hanya berdiam diri karena tidak ikut mengantarkan kakak perempuanku. Namanya
anak bungsu, pasti selalu ditinggalkan disaat seperti ini.
Satu
bulan kemudian, kakak perempuanku kembali jatuh sakit, dan lagi-lagi Bapak dan
Ibu harus menjemputnya, Bapak yang sedang bekerja kembali izin untuk menjemput
kakak perempuanku ini.
Dan
setelah satu minggu dirawat di rumah kakak perempuanku kembali sembuh. Dan
kemudian kembali diantarkan oleh Bapak dan Ibu.
Aku
yang melihat Bapak dan Ibu dengan muka letihnya, begitu sangat kasihan dan sedih
melihatnya. Mereka harus bolak-balik Rangkas untuk sekedar menengok
ataupunmenjemput kakak perempuanku yang sering sakit-sakitan.
Begitu
besar pengorbanan dan juga perjuangan kedua orang tuaku untuk anak-anaknya.
Bukan hanya, kakak perempuanku yang diperjuangkan oleh kedua orang tuaku.
Ada
juga dua kakak laki-laki ku yang pada saat aku duduk di bangku sekolah menengah
atas, kelas satu. Kakak laki-laki pertamaku mengalami sebuah kecelakaan yang membuat
korbannya masuk ke rumah sakit dan membutuhkan sebuah perawatan medis yang
sangat serius.
Satu
keluarga besar dibuat geger oleh kejadian ini. Bapakku yang baru saja pulang
kerja pada sore itu, tertegup setelah mendengar cerita dari Ibuku tentang kecelakaan
yang dialami oleh kakak laki-laki ku. Bapak duduk sejenak dan membakar rokok gudang
garam merah, sambil tertunduk menatap halaman rumah.
Aku
yang pada saat itu, baru saja sampai di rumah setelah menempuh perjalanan
dengan jarak empat kilometer dari sekolah menuju rumah, mengucapkan salam dan
bersalaman kepada Ibu dan Bapak yang sedang melamun sambil menatap halaman
rumah.
Akupun
ikut kaget setelah mendengar berita tersebut. Satu keluarga kebingungan untuk
menyelesaikan persoalan ini. Orang tuaku terus menerus mengusahakan agar kakak
laki-laki pertamaku bisa bebas dari jeruji besi. Berbagai cara terus dilakukan.
Orang
tuaku membutuhkan uang sebanyak 20 juta rupiah untuk biaya pertanggung jawaban
terhadap korban. Kakak pertamaku ditahan di Polres Kabupaten Serang.
Musyawarah
keluarga besar dan bos dari kakak laki-laki pertamaku terus menerus dilakukan.
Bahkan, hampir setiap malam selalu diadakan musyawarah.
Hingga
tiba pada saat musyawarah yang kesekian kalinya, Bapakku pergi. Entah kemana ia
pergi, yang jelas dia hanya mengatakan “Bapak mau pergi” Hanya itu yang aku
ingat hingga saat ini.
Lalu
persoalan yang berikutnya datang dari kakak laki-laki keduaku. Persoalan ini
bisa dibilang masalah pribadi dari diri kakak keduaku. Ketidak akuran yang
terjadi antara kakak kedua dan Bapakku membuat mereka menjadi jauh. Seperti ada
jarak diantara mereka, bahkan bukan hanya dengan Bapak, dengan Ibu dan denganku
pun kakak keduaku ini seperti memberi sebuah jarak interaksi.
Mungkin
karena beberapa hal yang membuat kakak keduaku ini menjaga jarak dengan kami,
entah karena sebab apa aku pun tidak tahu itu.
Kedua
orang tuaku selalu meluapkan penatnya kepadaku, kadang dengan bercerita dan
kadang juga dengan wejangan-wejangan khasnya. Setiap pagi Ibu akan
membangunkanku dengan omelannya yang membuat pengang telinga, bahkan bukan
hanya telinga yang dibuat pengang, omelannya tak jarang mengiris hati ini.
Meski
demikian, kedua orang tuaku adalah sosok idola yang sangat aku idolakan sejak
kecil. Cara mereka menyelesaikan masalah yang membuatku sangat mengidolakan
mereka.
Dari
mulai masalah kakak perempuanku yang sakit-sakitan selama di pondok, Bapak dan
Ibu memindahkannya ke pondok pesantren yang ada di daerah sema yang jaraknya
tidak jauh dari rumahku, kakak perempuanku dipindahkan pada saat kakak
perempuanku duduk di kelas 2 MA. Dan Alhamdulillah kakak perempuanku tidak lagi
sakit-sakitan, hingga lulus.
Lalu
masalah yang dialami oleh kakak laki-laki pertamaku, Bapak yang pada saat itu
pergi entah kemana, ternyata mencari pinjaman
uang kepada temannya. Yang kemudian sehari setelahnya, kakak laki-laki
pertamaku bebas.
Dan
masalah yang terakhir yakni, kakak laki-laki keduaku yang mengalami problem
pribadi dengan Bapak dan Ibu. Kini sudah jauh lebih baik dari sebelumnya, Bapak
dan Ibu selalu menerima kedatangannya dikala hari raya bersama anak dan
istrinya yang membuat dirinya mulai membuka pintu interaksi.
***
Laki-laki
berseragam pramuka ini menghentikan ketikannya lalu menatap kea rah Danau
Situterate yang memantulkan sinar senja. Dan laki-laki dengan seragam pramuka
ini berdiri setelah merapihkan laptop dan ranselnya, kemudian ia tersenyum
kepada senja sambil mengatakan “Fabi ayyi
alairobbikuma tukadziban”
*Selesai*
Catatan
:
Ini
adalah kisah tentang perjuangan dan pengorbanan kedua orang tua saya, mereka
adalah sosok idola yang sangat saya idolakan. Meski, Bapak jarang memberi uang
saku sekolah, meski Ibu sering membuat telinga berdarah dengan omelannya. Tapi,
merekalah sosok idola yang sesungguhnya.
Ketiga
kakak saya kini sudah berkeluarga, dan Alhamdulillah semuanya sudah mempunyai
satu anak.
Ibu
atau yang biasa saya sebut dengan “Umi” kepada orang-orang, kini sedang
mengalami sakit, sakitnya menetap di tubuh Ibu sudah kurang lebih selama 5
tahun lamanya. Tumor yang ada di dalam kepala Ibu membuat penglihatannya
terganggu.
Maka
dari itu, saya selaku penulis artikel ini, memohon do’a kepada seluruh pembaca,
semoga Ibunda saya tercinta lekas diberi kesehatan, agar bisa kembali
beraktifitas seperti biasanya.
#OneDayOnePost
#ODOPbatch5 #Fiksi #Tantanganke-3
Aamiin. Semoga Ibu lekas sembuh ya Fi. T_T
ReplyDeleteSemoga Rafi menjadi salah satu jalan Bapak dan Umi meraih surga-Nya.
Di masa mereka masih ada kini, selalulah bahagiakan mereka nak.
Kamu keren, ingat itu ya :)
Aamiin 🙏🙏🙏
DeleteSemoga ibu selalu diberikan kesehatan ya dek Rafi
ReplyDeleteAamiin
Delete