Nasehat Ayah


Oleh : Muhammad Rafiyudin

Seorang anak kecil berumur 16 tahun dengan rambut pendek yang sedang sibuk mengerjakan tugas di kamar, di kejutkan oleh panggilan mendesak oleh rekan satu organisasinya di sekolah. Ia diminta untuk ke sekolah pada saat itu juga, karena ada yang harus dikerjakan.

Tanpa basa-basi, anak itu langsung bergegas menuju sekolah. Meski ia tahu bahwa hari itu  adalah hari libur. Ia pamit kepada orang tuanya yang sedang menikmati suasana liburan di depan teras rumah. ayahnya sedang membaca Koran, dan Ibunya sedang meminum teh.

“Bu, Yah. Aku pamit mau ke sekolah dulu yah”

“Lho… bukannya ini hari ini libur Dit”

“Sudahlah Bu, biarkan saja. Namanya juga anak muda”

“Yasudah, kalo begitu kamu hati-hati di jalan yah!”

Setelah berjalan sekitar 17 meter dari rumah, Dito lupa membawa laporan kegiatan yang sudah selesai ia susun sejak kemarin. Akhirnya Dito kembali ke rumah untuk mengambil laporan tersebut. Dengan nafas terengah-engah Dito mengambil laporannya yang ada di meja belajarnya, kemudian kembali izin kepada orang tuanya.

“Makannya Dit, kalo mau ke mana-mana itu disiapkan dulu, apa saja yang mau dibawa” Ketus Ibu kepada Dito.

“Iyah, Ibu…” Jawab Dito dengan manja. Ayah hanya tertawa kecil melihat Dito dan Ibunya, sambil terus membaca Koran.

            Sesampainya di sekolah, Dito yang menerima panggilan mendesak dari rekan satu organisasinya bertanya-tanya, di mana semua rekannya berada. Tidak terlihat satupun rekannya yang sudah datang. Lalu ia memutuskan untuk menuju ruang rapat yang biasa digunakan untuk berkumpul.

Namun, Dito tidak juga menemui rekannya di ruang rapat. Lalu ia menaruh tasnya kemudian pergi ke kamar mandi dengan harapan, jika ia kembali rekan-rekannya sudah datang. Berjalan dari ruang rapat siswa atau sekretariat siswa menuju kamar mandi yang ada di sudut Timur sekolah. Ditto menjumpai beberapa siswa yang sedang latihan basket, futsal, dan beberapa ekskul olahraga lainnya.

Kemudian setelah selesai dari kamar mandi, Dito kembali menuju ruang sekretariat. Namun ternyata rekan-rekannya tak kunjung datang. Ia mencoba untuk menghubungi rekan-rekannya via chat grup whatsapp, ternyata rapatnya di undur menjadi hari Senin. Ditto cukup kesal mendengar hal itu.

Akhirnya Dito memutuskan untuk kembali pulang ke rumah, karena ia harus menyelesaikan tugasnya yang belum selesai.

Sesampainya di rumah Dito melihat Ayahnya yang masih membaca Koran. Sedangkan Ibunya sedang memasak di dapur.  

“Nak, kemarilah duduk.  Mari melepaskan penat yang begitu berat dengan segelas kopi hangat” Ajak sang Ayah kepada Dito yang terlihat lessu.

 “Ingat! Esok penat itu akan datang kembali” Lanjut sang Ayah.

“Kenapa ia datang kembali?” Tanya Dito.

“Entah, mungkin ia mulai mencintaimu” Jawab sang Ayah sambil tersenyum.

“Bagaimana bisa ia mencintaiku” Dito kembali Bertanya.

“Itu karena kau selalu perduli padanya”

“Apa aku harus berubah menjadi seperti orang lain?” Tanya Dito sambil memastikan.

“Haha, tidak perlu nak! Cukup jadi dirimu sendiri, Ayah sudah bangga padamu”

“Darimana Ayah tahu?”

“Ayah bisa melihatnya dari wajahmu, dulu Ayah juga pernah menjadi dirimu. Lelah, letih, pusing dengan tugas-tugas sekolah ditambah lagi dengan tugas organisasi”

“Lalu apa yang Ayah lakukan?”

“Mencoba bertahan dengan segala kekuatan yang Ayah punya, mengertilah nak! Seorang laki-laki tidak boleh mengeluh hanya karena lelah. Jadikan lelahmu itu menjadi Lillah. ”

“Iyah Ayah. Akan aku coba” Jawab Dito yang hanya menunduk mendengarkan nasehat Ayahnya.

“Sekarang, kamu kerjakan tugas-tugasmu yang belum selesai ya”


#OneDayOnePost #ODOPbatch5 #Fiksi

Subscribe to receive free email updates:

13 Responses to "Nasehat Ayah"

Beri aku 1001 kritik dan saran :)