Pak Joni



Oleh : Muhammad Rafiyudin


“Bagaimana itu bisa terjadi!?” Tanya pria berjas hitam. Dengan nada tinggi.

“Ma, maaf Pak. Saya…” Laki-laki berdasi meminta maaf dan mencoba menjelaskan.

“Sudahlah! Tidak usah banyak bicara. Mulai hari ini, kamu saya pecat!” Pria berjas memotong.

“Ta, tapi Pak!”

“Kamu tidak dengar apa yang saya katakana barusan?”

“Dengar Pak” Nada lirih.

“Sekarang kamu pergi dari kantor ini” Pria berjas itu mengusir laki-laki berdasi hitam.

Lima tahun kemudian, di sebuah perkebunan teh seorang anak kecil dengan tas gendong bergambar dora berlari di sekitaran kebun teh, mengelilingi para petani yang sedang memilih pucuk teh.

Hingga saat anak kecil itu sedang berlari tiba-tiba ia terpleset lalu menangis. Dengan cepat seorang laki-laki berumur 30 tahun menolong anak itu.
Dari jauh terdengar suara seorang perempuan, yang ternyata adalah Ibu dari anak kecil itu. “Dian… Dian… di mana kamu nak?”

“Itu Ibumu?” Tanya laki-laki umur 30 tahun yang menggunakan topi khas petani yang biasa dikenal dengan tudung.

Anak kecil itu hanya mengangguk. Kemudian petani laki-laki bertudung menggendongnya dan mengantarkannya ke Ibunya.

“Astagfirullah… Dian, kamu kenapa nak?” Tanya perempuan yang sedari tadi berteriak memanggil namanya.

“Anak Ibu tadi sedang berlari, lalu terpleset disana” Belum sempat menunjuk ke arah di mana anak kecil itu terpleset, laki-laki bertudung kaget setelah melihat wajah perempuan yang merupakan Ibu dari anak kecil itu.

“Bu Tami!”

“Pak Joni? Apa kabar Pak? Sudah lama saya tidak melihat Pak Joni di kantor”

“Alhamdulillah saya baik-baik saja Bu, Ibu sendiri bagaimana?

“Syukur kalau begitu, saya juga baik-baik saja Pak”

“Oh iyah Bu, Pak Dion apa kabar?”

“Alhamdulillah baik-baik saja Pak”

“Apa beliau ikut kesini Bu?”

“Iyah, kami sedang berlibur disini”

Tidak lama kemudian, seorang pria dengan badan tinggi gagah datang “Bu, mana Dian? Kenapa lagi dia? Pasti dia usil kepada petani teh disini”

Pria berbadan tinggi gagah ini kaget setelah melihat Pak Joni yang merupakan salah satu pegawai kantornya yang ia pecat lima tahun lalu.

“Pak Joni apa kabar?” Tanya pria tinggi gagah bernama Dion.

“Alhamdulillah, saya baik-baik saja Pak” Jawab Pak Joni dengan sopan.

“Syukur kalau begitu ya Pak” Ucap Pak Dion.

“Oh iyah, bagaimana jika kita ngobrol di rumah saya saja. Nanti saya kenalkan dengan istri dan anak-anak saya.”

Kemudian mereka berjalan menuju rumah Pak Joni. Sepanjang perjalanan, Pak Joni terus bercerita tentang lingkungan tempat tinggalnya yang sejuk. Tak jarang cerita Pak Joni membuat Pak Dion dan Bu Tami tertawa mendengarnya. Setelah berjalan sekitar 1 Km akhirnya mereka sampai kerumah Pak Joni

“Assalamualaikum. Bu…Bu… Ini ada tamu dari kota Bu” Pak Joni memanggil istrinya.

“Waalaikumussalam. Wah… iki sopo to Pak?” Tanya Bu Siti kepada Pak Joni.

“Ini Pak Dion dan keluarganya Bu. Bos Bapak sewaktu di kota dulu”

“Oalah… Silahkan duduk Pak, Bu. Maaf yah rumahnya berantakan. Maklum lah namanya di kampung”

“Oh, tidak apa-apa Bu. Sama saja di kota juga Bu.” Ucap Bu Tami sambil tersenyum.

“Iyah Bu, tenang saja.” Pak Dion menambahkan, ucapan Bu Tami.

“Yasudah, silahkan duduk Pak, Bu” Pak Joni mempersilahkan Pak Dion dan Bu Tami untuk duduk. Sambil berbisik kepada Bu Siti yang merupakan istrinya untuk membuatkan teh.

“Ah, tidak usah repot-repot Pak, Bu.”

“Wong hanya menyuguhkan teh saja ko Pak. Tentu tidak merepotkan kami. Hehe” Ucap Bu Siti dengan nada khas jawa.

Duduk di kursi kayu yang tersusun rapih di depan teras rumah sederhana. Pak Joni, Bu Siti, Pak Dion, dan Bu Tami mengobrol dengan asyik. Obrolan mereka tidak lain dan tidak bukan membahas bagaimana kehidupan di desa dan di kota.Tak jarang mereka juga sampai tertawa lepas. Bu Tami membiarkan Dian bermain di halaman rumah Pak Joni Anwar yang merupakan anak bungsu Pak Joni. Di sela-sela obrolan, Pak Dion meminta maaf kepada Pak Joni karena telah memecat Pak Joni.

“Pak Joni, alhamdulillah ya kita bisa bertemu lagi. Sebenarnya saya sudah lama ingin meminta maaf kepada Pak Joni, karena saya tidak mendengarkan penjelasan dari Pak joni dan malah langsung memecat Pak Joni.”

Pak Joni pun menjawab “Yasudahlah ya Pak Dion, lagipula saya sudah memaafkan Bapak, dan saya sama sekali tidak meyimpan dendam kepada Bapak. Waktu itu posisi Pak Dion mungkin sedang pusing karena kondisi kantor yang sedang kacau karena tidak ada orderan. Salah saya juga Pak, saya terlambat mengantarkan pesanan pelanggan karena harus mentransfer uang bayaran sekolah untuk anak pertama saya. Yang akan Ujian Nasioal pada saat itu.”

“Alhamdulillah, terimakasih banyak Pak Joni, Bapak sudah mau memaafkan saya.”

“Sama-sama Pak, Allah saja selalu memaafkan hambanya. Masa saya yang hanya seorang petani teh tidak mau memaafkan.”

“Kalau boleh tahu, anak pertama Ibu sekarang di mana?” Tanya Bu Tami kepada Bu Siti.

“Alhamdulliah Bu, berka kerja keras Bapaknya ini. Sekarang Anak kami mendapat beasiswa kuliah di Jakarta, dan sebentar lagi akan wisuda. Hehe “ Jawab Bu Siti.

“Wah, Bapak dan Ibu hebat sekali. Kami salut terhadap kerja keras Bapak dan Ibu untuk anak.”

“Alhamdulillah Pak, Bu. Berkat Allah lah kami bisa mensekolahkan anak kami ke jenjang perguruan tinggi. Kami hanya berdo’a dan berikhtiar saja. Selebihnya kami serahkan kepada Allah.” Ujar Pak Joni.

“Eh, keasyikan ngobrol sampai lupa kalau the nya belum diminum, mari silahkan Pak Dion dan Bu Tami diminum teh nya. Ini langsung dari kebunnya lho. Hehe” Ucap Bu Siti. Melanjutkan kalimat Pak Joni.



#OneDayOnePost #ODOPbatch5 #Fiksi

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pak Joni"

Post a Comment

Beri aku 1001 kritik dan saran :)