sumber foto : google.com
Hallo… selamat sore semua-nya…
Apa kabar teman-teman hari ini,? Semoga baik-baik
saja ya. Aamiin.
Eumm… kali ini kita mau bahas tentang perempuan dan
dapur.
Cerpen ? Bukan! Ini bukan cerpen atau puisi ya…
Jadi seperti ini, pas tadi waktu pelajaran sejarah
Indonesia, itu sedang tidak ada guru dan tidak ada tugas, iseng-iseng ngobrol
sama temen sekelas yang pas kelas satu adalah tetangga kelas. Awalnya kita
hanya ngobrol soal tadi ulangan ekonomi dijam pertama, terus ngobrolin baju
kelas, sampe pada akhirnya ada yang cerita suatu kebiasaan yang ada
dikampung-nya.
“di kampung gua mah, aneh lu, aneh-nya banyak yang
bilang. Ngapain sekolah, perempuanmah ujung-ujung-nya di dapur, makanya belum
pernah ada sarjana di kampung gua mah, dan yang masih sekolah cewe-nya Cuma
berenam doang, sisanya udah pada engga sekolah lagi. Padahalmah ya, ngapain di
rumah ga sekolah, ga ada pekerjaan. Makannya gua mah kalo ada yan ngomong gituh
gua senyumin ajah.” Ini kalimat yang diceritakan oleh salah seorang teman
perempuan saya di kelas pada waktu jam pelajaran sejarah Indonesia dimana pada
saat itu guru-nya sedang berhalangan atau mungkin sedang ada kepentingan jadi
beliau tidak masuk.
Mari kita tanggapi secara bersama-sama.
Seorang perempuan memang dikodratkan menjadi seorang
makmum dari laki-laki, dimana seorang perempuan juga mempunyai kewajiban untuk
menghidangkan makanan untuk suami-nya, seorang perempuan juga harus mencucikan
pakaian suami dan anak-nya, seorang perempuan juga mempunyai tanggung jawab
atas kebersihan rumah. Rutinitas seorang perempuan memang rata-rata dan secara
umum dihabiskan di dapur.
Tapi, apakah seorang perempuan tidak berhak untuk
mendapatkan pendidikan dan pengalaman.? Tentu berhak bukan! Ini adalah contoh
pola piker masyarakat Indonesia yang selalu memikir secara pendek, dalam artian
masyarakat Indonesia tidak mau memikir secara panjang.
Pikiran secara pendek, seorang perempuan yang
berpendidikan tinggi dan memiliki pangkat sarjana atau bahkan doctor sekalipun
pasti ujung-ujung-nya kerja di dapur, jadi untuk apa seklah tinggi-tinggi. Ini
contoh orang yang berpikiran pendek.
Pikiran secara panjang, setinggi apapun seorang
perempuan berpendidikan, ia akan tetap masuk dapur, tapi kata dapur disini
masih umum. Bisa saja perempuan itu bekerja di dapur hotel bintang 5 atau dapur
restaurant ternama yang ada di asia, jadi jangan merasa percuma sekolah
tinggi-tinggi kalo ujung-ujungnya di dapur juga, emang kerja di dapur tidak
perlu ilmu,? Tentu harus punya ilmu-nya juga kan.
So, termasuk kedalam golongan yang mana diri kita?
Golongan orang-orang berpikiran pendek atau panjang ?
Bukan berarti orang yang berpikiran pendek salah
lalu orang yang berpikiran panjang benar, keduanya sama-sama memiliki sudut
pandang yang bebeda-beda. Hanya saja sangat disayangkan di zaman yang sudah
sangat modern dan canggih ini sudah jarang sekali kita jumpai seorang perempuan
yang mau membantu Ibu-nya di dapur. Karena, terlalu sibuk dengan
teman-teman-nya, ada yang sibuk dengan fashion-nya dan lain sebagainya.
Saran saya untuk semua perempuan yang ada di dunia
ini, raihlah apa yang sudah kau cita-citakan tapi jangan sampai tanggung
jawabmu kau tinggalkan.
Sekian, semoga bermanfaat.
#OneDayOnePost #ODOPbatch5
Sangat bermanfaat Kak.
ReplyDeleteTerimakasih ^_^
Bermanfaat sekali Kak. Buat para wanita :D
ReplyDeleteAlhamdulilah 😉
ReplyDeleteAlhamdulilah 😉
ReplyDeleteSetujuuu... Makanya laki2 hrs sangat menghargai perempuan, krn perempuan meskipun mengejar cita2, tp enggak lupa fitrahnya utk mengurus dapur, dsb
ReplyDeleteHehehe, iyah bu iyah 😂
DeleteHehehe, iyah bu iyah 😂
Delete